Canon 20D

Canon 20D
Belajar Foto..

Senin, 28 Februari 2011

Hal yang perlu untuk foto Macro

Apa yg perlu diperhaikan dalam membuat foto makro ? 

Secara umum hal ini yg menjadi perhatian dalm membuat sebuah foto macro adalah 

1. Lighting ( Pencahayaan) 

Pencahayaan dalam membut foto macro sangat beragam dan unik, karna para peminat macrophotografi berkreasi dengan caranya masing2. saya merangkum setidaknya ada 4 cara yg biasa digunakan oleh para peminat macrofotografi : 

A. Cahaya Matahari 

Cahaya ini sungguh luar biasa buat saya, murah karna tersedia secara gratis dan sempurna karna penyebaran cahaya ke setiap sudut ruang ketajaman merata. 
Saya akan membahas lebih dalam pada pembahasan selanjutnya, tentunya adalah cara yg biasa saya gunakan. 

B. Twin light Flash 

Yaitu dua buah lensa yg direkatkan didepan lensa, intensitas hanya dapat diatur sehingga dapat menghasilkan cahaya sesuai dengan keinginan kita, yg menjadi kendala mungkin mahalnya alat ini apalagi bila Branded


C. Ring Flash

Flash yg berbentuk lingkaran yg melingkari lensa. Hasil pencahayaannya cukup merata meski terkesan kuat. Ring Flash cukup berat sehingga cukup menjadi kendala ketika membuat foto makro, shake seringali tidak terhindarkan karna beban yg berat. Harga Ring Flash yg branded cukup mahal meski kini telah banyak dijual merk lain yg cukup terjangkau. 



D. Flash external di beri diffuser

Penggunaan flash external dengan pemberian diffuser didepannya menjadi perhatian cukup besar bagi peminat foto makro, salah satunya harga diffuser yg terjangkau. Penyebaran cahaya dengan alat ini juga cukup merata dan berbaur dengan cahaya matahari. Hanya saja karna bentuknya yg besar cukup mengganggu bahkan menakuti hewan2 kecil yg sensitive teradap benda asing. 



E. Built in Flash dengan snoot + Diffuser.

Mungkin alat ini yg paling terjangkau dan sangat Variatif. Para peminat menggunakan berbagai macam alat yg ada disekitar kita mulai dari kardus bekas odol sampai botol bekas minuman susu anak2, yg didalamnya dilapisi alumunium foil dan di beri diffuser didepanya.
Selain murah cahaya yg terlepas dari flash langsung menuju sasaran tembak yg tepat sehingga mengasilkan ketajaman yg sangat baik. Namun bila kita tidak mengatur dengn tepat intenitas cahayanya maka cahaya yg jatuh terasa sangat kuat pada objek. Mungkin kelemahan dari penggunaan alat ini adalah light yg dihasilkan tarasa flat karna cahaya tidak menyebar secara merata. 



1. Setingan kamera

A. Setting Picture Style di kamera

Karena saya menggunakan Canon maka (ma’af) settingan kamera yang saya tulis di sini adalah settingan kamera Canon.
Ubah menu sebagai berikut :

- Sharpness : 5-6
- Contrast : +1
- Saturation : +2
- Color Tone : 0

B. Parameter lainnya :

- Spot Metcring
- Day Light White Balance
- Color Space : sRGB
- Quality : RAW atau JPEG
- One shot dengan mode continous shooting
- Manual/Auto focus di lensa
- Gunakan AV atau TV mode, tergantung aktivitas objek.

2. Perlengkapan pendukung

Perlengkapan pendukung kadang kita abaikan karena kita berfikir kurang atau bahkan tidak perlu padahal buat saya ini cukup penting sebagai bagian untuk menghasilkan foto yang maksimal antara lain:

- Batang kayu kecil
Berfungsi untuk menyingkirkan dedaunan yang tidak terjangkau oleh tangan atau akan mengganggu apabila kita gunakan tangan secara langsung

- Handuk kecil
Rasanya lucu tapi ini penting karena boleh dicoba kita akan sangat berkeringat pada waktu kita membuat foto macro.
Karena kita cukup banyak mengeluarkan energi untuk mengatur irama nafas kita.

Perhatian utama ketika saya membuat foto macro mungkin sama dengan tulisan saya sebelumnya namun kali ini saya akan menjelaskannya lebih teknis dengan menyertakan parameter yang biasa saya gunakan :

1. Lighting

Pilihan saya jatuh pada cahaya matahari, cahaya yang luar biasa hebat buat saya, menyebar secara merata dan favoritnya saya adalah sinar pagi hari karena lembut dan memiliki warna sedikit menguning yang menghasilkan tonal pada gambar yang sempurna.

Yang perlu diperhatikan dalam membuat foto macro dengan lighting sang surya adalah :

A. Arah Cahaya

Jangan sekali-kali melawan cahaya matahari karena kita akan kehilangan detail pada objek selain itu pasti menjadi tidak enak dipandang. Membelakangi matahari adalah posisi terbaik meski tidak salah jika mengatur posisi dari sisi samping.

Contoh Penganbilan dari sisi samping matahari :


B. Gunakan Lensa Hood

Penggunaan lensa hood buat saya cukup membantu terutama bila saya mengambil gambar dari arah samping matahari, selain meredam flare yang cukup mengganggu untuk foto macro juga sebagai penghalang debu atau tetesan embun langsung ke bagian depan lensa.


2. Ketajaman & Focus

Saya menggabungkan ketajaman dan focus dalam pembahasan ini karena saling terkait, untuk mendapatkan ketajaman dan focus yang maksimal maka cara yang saya gunakan adalah :

A. Gunakan Spot Metering di kamera, ini sangat membantu untuk menentukan titik focus yang akurat sehingga menghasilkan ketajaman yang maksimal.

B. Gunakan manual focus sebagai prioritas dibanding auto focus. Saya telah mengalami sendiri dengan Manual Focus ketajaman lebih dibanding dengan Auto focus, selain jarak menjadi lebih dekat + 20 Cm (dibanding kita menggunakan auto focus + 30 Cm) yang secara otomatis pembesarannya pun menjadi lebih optimal. Penggunaan Manual focus menjadi syarat mutlak buat saya bila objeknya sangat kecil, yang sangat sulit atau bahkan tidak mungkin menggunakan Auto Focus karena focus tidak tertangkap dengan baik oleh kamera.


3. D O F

DOF (Depth OF Field) atau Ruang Ketajaman menjadi unsur pendukung yang tidak terpisahkan untuk memperindah sebuah foto macro. DOF dipengaruhi beberapa factor diantaranya bukaan diafragma dan jarak lensa ke POI (Point Of Interest), semakin besar nilai Diafragma (F) yang ditandai dengan angka semisal ½,8 atau ¼ maka ruang ketajaman juga akan semakin sempit. Begitupun juga dengan jarak lensa terhadap POI semakin dekat maka ruang ketajaman akan semakin sempit pula.

Hal-hal yang menjadi perhatian saya untuk menentukan nilai F (diafragma) agar dapat menghasilkan DOF yang baik dan ketajaman yang sempurna terhadap objek yaitu :

A. Posisi POI

- Bila posisi POI kita ambil (shot) dari sisi samping saya menggunakan F5,6 – 9 dengan jarak sekitar 20 Cm dengan Manual focus atau 30 Cm dengan Auto Focus.


Ket : F : 7.1 Speed : 125 ISO : 200

- Bila posisi frontal (dari depan ke belakang) maka F yang saya gunakan >11 itupun belum mendapatkan ruang tajam secara merata, kendalanya adalah bila saya menggunakan F>16 maka speed akan sangat rendah dan resiko shake menjadi sangat besar.


Ket : F : 11 Speed : 80 ISO : 250

B. BG (Back Ground)

BG yang lembut dan warna yg kita nginkan dihasilkan dari penerapan DOF yang tepat, pengalaman saya untuk mendapatkan BG yang lembut maka jarak POI dengan BG harus 1.5 kali lebih jauh dari jarak lensa ke POI



Ket : jarak lensa ke POI 40 Cm sedang POI ke BG 40 Cm



Ket: Jark lensa ke POI 30 Cm sdangkan jarak POI ke BG 40 Cm

4. Moment

Kehidupan hewan kecil yang sering terabaikan di sekitar kita akan menjadi hal yang mengagumkan apabila terekam pada saat mereka beraktifitas keseharian, seperti makan,minum,kawin bahkan buang kotoran,dan lain-lain.
Foto makro akan memiliki nilai tambah bila dapat menghadirkan sebuah cerita , moment yang tak terduga menjadi incaran pemikat para macromania, semakin langka sebuah moment semakin menarik dan bernilai sebuah foto makro.
Berangkatlah kelapangan untuk hunting pada pagi hari karena itulah saat hewan kecil mulai beraktifitas layaknya manusia, banyak moment yang akan kita dapat pada pagi hari dibanding kita melakukannya pada sore hari.

Contoh Momen – momen Unik :

Kawin.


Memangsa :


Minum :


Buang hajat.


Bertelur.


5. Komposisi

Mungkin ini yang sering terabaikan oleh peminat foto makro, padahal komposisi merupakan unsur yang tak terpisahkan dalam sebuah karya foto termasuk foto Macro.
Dengan kejelian dan ketrampilan mengkomposisi sebuah foto macro maka akan menambah keindahan foto tersebut bahkan lebih dari itu dapat menjadi symbol sebuah cerita dalam foto tersebut.

Contoh komposisi :







 

Mengatur Diafragma

Manual mode (dilambangkan dengan huruf M) pada kamera digital disediakan bagi mereka yang ingin berkreasi dengan eksposure dalam fotografi. Intinya, kendali akan nilai shutter dan diafragma yang digunakan, sepenuhnya ditentukan oleh sang juru potret. Tidak seperti mode lain (P/A/S) yang menjadikan light-meter kamera sebagai penentu referensi eksposure yang tepat, pada mode M ini light-meter hanya menjadi indikator seberapa banyak eksposure yang kita tentukan mendekati eksposure yang dianggap tepat oleh kamera.Tantangan yang dihadapi dengan memakai mode manual ini hanya dua : kalau kita salah menentukan eksposure, hasil foto bisa menjadi under-exposed (terlalu gelap) atau justru menjadi over-exposed(terlalu terang). Tujuan fotografi yang baik tentu menghindari adanya over atau under pada sebuah foto yang mana perlu adanya kendali akan eksposure yang tepat dan teliti.
Sekedar mengingat tulisan saya terdahulu soal optimalkan fitur manual pada kamera, bukaan diafragma dan kecepatan shutter memegang peranan utama dalam menentukan nilai eksposure. Diafragma menentukan seberapa banyak intensitas cahaya yang dibolehkan untuk masuk ke kamera secara bersamaan, sementarashutter menentukan seberapa lama cahaya mengenai sensor sebelum foto diambil. Sebagai pedoman dalam fotografi, dikenal istilah f-stop, yang intinya menyatakan seberapa banyak penambahan atau pengurangan intensitas cahaya yang memasuki kamera (Exposure value/Ev). Setiap kelipatan 1-stop artinya kita menambah cahaya dua kali lipat dari nilai stop sebelumnya, atau mengurangi cahaya setengah dari nilai stop sebelumnya.
Pengaturan bukaan diafragma
Untuk dapat mengatur banyak sedikitnya cahaya yang masuk melalui lensa, diafragma pada lensa kamera bisa membuka dengan besaran diameter yang bisa dirubah. Besar kecilnya bukaan diafragma dinyatakan dalam f-number tertentu, dimana f-number kecil menyatakan bukaaan besar dan f-number yang besar menyatakan bukaan kecil. Selain itu, secara karakteristik optik lensa, bukaan besar akan membuat foto yang DOFnya sempit (background bisa blur), dan bukaan kecil akan membuat DOF lebar (background tajam).
Saat mengatur nilai diafragma (aperture), ingatlah bahwa setiap stop ditandai dengan nilai f-number tertentu yang digambarkan dalam deret berikut, urut dari yang besar hingga kecil  :
f/1 – f/1.4 – f/2 f/2.8 – f/4 – f/5.6 – f/8 – f/11f/16 – f/22 – f/32 dst
Sebagai contoh :
  • jika kita berpindah 1-stop dari f/2 ke f/2.8, maka kita akan mengurangi setengah intensitas cahaya yang masuk ke kamera
  • jika kita berpindah 1-stop dari f/8 ke f/5.6, maka kita akan menambah intensitas cahaya yang masuk ke kamera dua kali lipat dari sebelumnya
Perhatikan kalau kamera modern umumnya memberi keleluasaan untuk merubah diafragma di skala yang lebih kecil, dalam hal ini perubahan f-stop dilakukan pada kelipatan 1/2 hingga 1/3 f-stop sehingga bisa didapat banyak sekali variasi eksposure yang bisa didapat dari mengatur nilai diafragma. Sebagai contoh, diantara f/5.6 hingga f/8 bisa terdapat f/6.3 dan f/7.1 yang memiliki rentang 1/3 stop.
tabel-diafragma
Percobaan di bawah ini menunjukkan hasil foto yang didapat dari variasi diafrgama, dengan sebuah foto referensi di f/5.6 (nilai shutter dibuat tetap di 1/125 detik dan ISO 100). Tujuannya untuk melihat bagaimana efek dari merubah bukaan diafragma terhadap eksposure foto yang dihasilkan. Terdapat 3 foto yang over dengan kelipatan 1-stop dan 3 foto yang under dengan kelipatan 1-stop.
contoh-variasi-diafragma
Dari contoh di atas tampak pada 3 stops diatas referensi normal, foto tampak amat terang (over) yang ditandai dengan banyaknya area yang wash-out (highlight-clipping). Demikian juga pada 3 stops dibawah referensi normal, foto tampak amat gelap (under).
Pengaturan kecepatan shutter
Sama halnya dengan diafragma, setelan kecepatan shutter pun punya pedoman berupa deret yang mewakili 1-stop. Berikut adalah variasi kecepatan shutter dengan kelipatan 1-stop, urut dari yang lambat hingga yang cepat ( d menyatakan detik ) :
1d – 1/2d 1/4d  – 1/8d – 1/15d 1/30d – 1/60d – 1/125d – 1/250d – 1/500d –1/1000d
Sebagai contoh :
  • jika kita berpindah 1-stop dari 1 detik ke 1/2 detik, maka kita akan mengurangi setengah intensitas cahaya yang masuk ke kamera
  • jika kita berpindah 1-stop dari 1/60 detik ke 1/30 detik, maka kita akan menambah intensitas cahaya yang masuk ke kamera dua kali lipat dari sebelumnya
Percobaan di bawah ini menunjukkan hasil foto yang didapat dari variasi kecepatanshutter, dengan sebuah foto referensi di 1/125 detik (nilai diafragma dibuat tetap di f/5.6 dan ISO 125). Tujuannya untuk melihat bagaimana efek dari merubah kecepatan shutter terhadap eksposure foto yang dihasilkan. Terdapat 3 foto yang over dengan kelipatan 1-stop dan 3 foto yang under dengan kelipatan 1-stop.
contoh-variasi-shutter
Dari gambar di atas terlihat bahwa semakin cepat shutter speednya, maka cahaya yang masuk ke dalam sensor akan semakin kecil sehingga gambar menjadi lebih gelap. Begitu juga sebaliknya untuk kecepatan yang semakin lambat, cahaya yang masuk akan bertambah banyak sehingga gambar menjadi lebih terang. Dengan kata lain, kita bisa menyatakan bahwa di 1/500 detik hasil fotonya under exposedsebanyak 2 stops dan di 1/30 detik fotonya over exposed sebanyak 2 stops.
Reciprocity
Maka itu dalam memakai mode manual, perubahan nilai diafragma tidak bisa mengabaikan nilai shutter dan sebaliknya. Artinya untuk mendapat eksposure yang tepat, baik diafragma dan shutter memegang peranan yang sama. Ada sebuah istilah penting dalam berkreasi dengan eksposure, yaitu reciprocity, dimana artinya adalah bagaimana setelan shutter dan diafragma harus saling berlawanan untuk meniadakan efeknya. Jadi bila kita mengekspos sensor dengan waktu yang lebih lama, maka secara di sisi yang lain kita mengecilkan bukaan diafragma untuk mengurangi cahaya yang masuk sehingga bisa mendapat eksposure yang sama. Prinsipnya sebuah eksposure konstan bisa didapat dari berbagai variasi nilai shutter dan diafragma, selama mempertahankan prinsip reciprocity ini.
Untuk mencobanya, siapkan kamera anda dan gunakan mode manual. Bila kamera sudah berada di nilai eksposure yang tepat, coba naikkan diafragmanya 1 stop sehingga indikator light-meter akan menunjukkan eksposure bergeser -1 stop. Selanjutnya kurangi kecepatan shutternya 1 stop, tampak indikator light-meter akan kembali ke nilai eksposure normal. Begitulah cara kerja reciprocity, kalau yang satu ditambah, satu lagi dikurangi, sehingga hasil akhirnya tetap sama.
contoh-reciprocity
Contoh diatas menunjukkan beberapa variasi reciprocity yang memberi eksposure konstan. Dari percobaan ini tampak bahwa untuk menjaga supaya eksposure tetap sama, nilai diafragma dan shutter harus saling berlawanan. Bila membuka diafragma besar (f/2), maka shutter harus dibuat cepat (1/1000 detik). Bila mengecilkan diafragma (f/16), konsekuensinya shutter harus dibuat lebih lama (1/15 detik). Inilah esensi dari prinsip reciprocity. Perhatikan dengan bukaan diafragma besar (f/2 hingga f/2.8), didapat foto yang punya background blur, sebaliknya dengan bukaan kecil (f/11 hingga f/16) didapat background dan objek yang sama-sama tajam.

Sabtu, 26 Februari 2011

Teknik Dasar Fotografi

Fotografi bukan segalanya tentang kamera. Dikatakan bahwa fotografi adalah seni bermain dengan cahaya. Tanpa adanya cahaya, maka mustahil fotografi itu ada. Menghasilkan sebuah gambar yang bagus, harus memiliki visi yang kuat dalam hal ‘melihat’. Memperhatikan cahaya, komposisi dan momen adalah hal-hal yang penting untuk diperhatikan dalam membuat foto yang dapat dikategorikan ‘bagus’. 

Namun, sepertinya mustahil dapat menghasilkan foto seperti itu jika tidak mengenal dan memahami dari masing-masing teknis fotografi dasar. Fotografi memang bukan segalanya tentang kamera, namun kamera adalah alat untuk menyalurkan visi kita itu. Maka, sekiranya perlu mengenal dan memahami bagaimana kamera bekerja. 

Tugas utama dari kamera adalah mengatur intensitas cahaya yang masuk dan pada akhirnya mengenai film/sensor (selanjutnya saya sebut medium). Apabila, kamera mengizinkan terlalu banyak cahaya yang masuk maka medium akan terbakar (overexposed). Dan sebaliknya. Bagaimana agar cahaya yang masuk itu tidak berlebih dan tidak kurang, atau dengan kata lain ‘pas’. Berikut saya jabarkan satu-satu. 

Aperture 
Atau yang sering juga disebut dengan difragma atau bukaan lensa adalah berfungsi untuk mengatur seberapa besar lensa akan terbuka. Fungsi ini lebih tepatnya terletak pada lensa. Logikanya, semakin besar bukaannya, maka akan semakin banyak cahaya yang akan masuk. Seperti sebuah kran air. Semakin besar kita buka keran tersebut maka akan semakin banyak air yang akan keluar. 

Penulisan Aperture yang benar adalah f/x. Sehingga apabila dikatakan nilai Aperture-nya adalah 5.6, maka penulisan yang benar adalah f/5.6. Jadi jangan bingung apabila ada yang bilang bahwa bukaan lensa 2.8 lebih besar dari bukaan lensa 5.6. Karena kalau secara penulisan matematisnya memang benar khan? (f/2.8>f/5.6) Tapi kebanyakan kita malas untuk bilang f/2.8 atau f/5.6, karena kita orangnya simpel sih… 

Efek Samping dari Aperture 
Seperti obat batuk yang memiliki efek samping, begitu juga dengan aperture. Efek sampingnya adalah semakin besar bukaan lensa, maka akan semakin kecil daerah fokusnya. Dan sebaliknya. Daerah fokus inilah yang biasa dikenal dengan DOF (Depth of Field). 

Shutter Speed 
Atau yang biasa disebut juga dengan speed atau kecepatan rana bertugas untuk mengatur berapa lama mirror terbuka lalu menutup kembali untuk membatasi berapa banyak cahaya yang akan masuk. Seperti teori keran, apabila kita membuka keran terlalu lama, maka wadah penampung air tadi akan kelebihan sehingga akan meleber keluar. Kalau dalam kasus fotografi, medium akan terbakar. 

Penulisan shutter speed yang benar adalah 1/x. Sehingga apabila dikatakan bahwa sebuah foto menggunkanan speed 60, maka penulisannya yang benar adalah 1/60 detik. Jadi jangan bingung kalau dikatakan bahwa speed 60 lebih cepat dibandingkan 30. karena secara penulisan matematis memang begitu khan? 

Efek Samping dari Shutter Speed 
Seperti berpacaran yang memiliki efek samping, seperti sulit melirik wanita/pria lain, begitu juga dengan shutter speed. Semakin cepat shutter speed, maka akan gambar akan semakin terlihat diam (freeze). Dan sebaliknya, apabila speed terlalu lamban gambar akan terlihat blur dikarenakan gerakan yang terlalu cepat, sehingga objek terlihat bergerak sangat cepat.


ISO atau ASA 
Adalah tingkat sensitifitas medium dalam menerima cahaya. Semakin tinggi nilainya, maka akan semakin tingkat sensitifitasnya. Artinya, apabila kita merubah nilai ISO atau ASA ini menjadi lebih tinggi, sedangkan aperture dan speednya tidak diubah, maka medium akan menerima cahaya lebih banyak. Dan sebaliknya. 

Efek Samping ISO atau ASA 
ISO adalah tingkat sensitifitas sensor (medium), sedangkan ASA adalah tingkat sensitifitas film (medium), jadi perbedaannya hanya dimediumnya saja. Tapi logikanya sama. Kecuali efek sampingnya. Dimana apabila menggunakan film ASA tinggi, maka gambar akan terlihat grainy (berbentuk titik kecil namun banyak). Sedangkan penggunaan ISO tinggi akan menghasilkan noise (seperti bentuk cacing namun banyak). Sedikit aja udah geli apalagi banyak



Dalam teknik fotografi kali ini saya akan membawakan artikel Dasar Teknologi DSLR. Langkah awal yang harus dipelajari untuk menguasai Kamera DSLR adalah Shutter Speed, Aperture/Diafragma dan ISO. Karena ketiga hal tersebut yang nantinya akan menghasilkan sebuah foto dengan komposisi dan tonal. Saya akan coba menjelaskan satu persatu mengenai tiga hal tersebut dengan berdasarkan ilmu teori yang saya miliki, maupun pengalaman selama menggunakan kamera DSLR.
Shutter Speed, merupakan kecepatan terbuka dan tertutupnya tirai. Kecepatan ini yang nantinya akan menentukan seberapa banyak sinar yang ditangkap. Berikut kecepatan Shutter speed yang terdapat pada sebuah kamera DSLR.

•    Bulb – artinya kecepatan terbuka dan tertutupnya tirai di tentukan sendiri oleh klik telunjuk kita pada shutter release. Sehingga bulb ini dapat menjadi alternative ketika kita tidak menemukan shutter speed yang disediakan oleh DSLR. Namun menggunakan bulb terkadang membutuhkan naluri yang kuat.
•    Slow Speed, adalah kategori kecepatan rendah dalam Shutter speed. Angkanya adalah mulai dari lebih dari 2 detik hingga seper tiga puluh detik (1/30s). Slow Speed biasanya digunakan pada saat kondisi objek, foreground maupun background minim cahaya. Namun ada resiko yang harus dibayar ketika menggunakan slow speed, penggunaan objek slow speed sebaiknya tidak pada objek bergerak dan untuk hasil maksimal, wajib menggunakan tripod / penopang sehingga gambar tidak shake / goyang. Namun beberapa fotografer justru memanfaat slow speed untuk menghasilkan sebuah foto yang bernilai seni tinggi, semisal digunakan untuk teknik panning pada sebuah kendaraan ataupun digunakan untuk membidik aliran sungai sehingga menghasilkan aliran sungai yang lembut bagaikan salju. Atau juga digunakan untuk menghasilkan sebuah laser / trail light dimalam hari. Ini salah satu gambr ketika saya menggunakan teknik slow speed di malam hari.
Dasar Teknologi DSLR (Shutter Speed) web desain grafis
•    Fast Speed, merupakan kategori kecepatan tinggi dalam Shutter Speed. Angkanya dimulai dari seper empat puluh detik (1/40s) hingga lebih dari seper seribu detik (1/1000s). Fast Speed biasanya digunakan untuk objek dengan kondisi penuh cahaya dan berkecepatan tinggi, sehingga tidak diperlukan sesuatu untuk menopang kamera. Fast Speed sangat cocok digukanan untuk membekukan sesuatu, seperti lebah yang sedang terbang kesana kemari, seorang pembalap motor dengan kecepatan tinggi bahkan, ada kamera yang khusus diciptakan untuk menerapkan Fast Speed sehingga dapat membekukan sebuah peluru yang sedang melesat.
Demikian pembahasan pertama tentang shutter speed sebagai langkah awal untuk dapat menguasai Kamera DSLR. Selamat mencoba.